BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak
dulu sebelum teknologi berkembang manusia masih menggunakan alat-alat sederhana
yang mereka ciptakan untuk mempermudah dan membantu mereka dalam memprediksi
waktu dan keadaan alam sewaktu berada di laut. Pada saat itu manusia sudah
mengenal keberadaan sistem navigasi
dengan menggunakan pedoman benda-benda angkasa alamiah yaitu bulan,
bintang, dan matahari manusia pada zaman dahulu tidak hanya menggunakan
bintang, bulan dan matahari sebagai penunjuk navigasi saja mereka juga
menggunaknnya sebagai penunjuk waktu. Manusia telah mengamati bahwa benda
langit mematuhi perilaku tertentu dan siklus mengulang selama periode waktu.
Oleh karena itu mereka dapat digunakan sebagai panduan, dengan mengacu pada
catatan yang diperoleh selama beberapa abad terakhir. Instrumen telah
diciptakan untuk memperhitungkan arah, waktu dan posisi di Bumi. Namun,
penemuan ini akan ada nilainya tanpa sistem koordinasi yang tepat.
Navigasi
astronomi adalah suatu sistem penentuan posisi kapal atau benda melalui
observasi benda angkasa seperti matahari, bulan, bintang-bintang dan
planet-planet, dengan adanya ilmu navigasi astronomi ini, kemungkinan para
pelaut tersesat di lautan menjadi berkurang.
navigasi
langit (Celestial Navigation) juga
dikenal sebagai astronavigation,
adalah seni kuno dan ilmu memperbaiki posisi yang memungkinkan navigator untuk
transisi melalui ruang tanpa harus bergantung pada perkiraan perhitungan, atau
perhitungan mati, untuk mengetahui posisi mereka. navigasi langit menggunakan
"pemandangan," atau sudut pengukuran yang diambil antara benda
angkasa (matahari, bulan, planet atau bintang) dan cakrawala terlihat. Biasanya
matahari paling sering digunakan, tetapi navigator juga dapat menggunakan
bulan, planet atau salah satu dari 57 bintang navigasi yang koordinat
ditabulasikan dalam Nautical Almanac dan
Air Almanacs. Navigasi langit adalah penggunaan pengukuran sudut
(pemandangan) antara benda langit dan cakrawala terlihat untuk mencari posisi
seseorang di dunia, di darat maupun di laut. Pada waktu tertentu, setiap benda
angkasa terletak langsung di atas satu titik di permukaan bumi.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa saja instrumen di dalam celestial
navigasi?
2.
Apa itu azimuths and amplitudes?
3.
Waktu dalam navigasi.
1.3 Tujuan
1.
Untuk mengetahui instrumen apa saja yang
terdapat di dalam navigasi celestial.
2.
Untuk mengetahui pengertian dari azimuth
dan amplitudes.
3.
Untuk mendeskripsikan waktu dalam
navigasi.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Instruments For Celestial Navigation
Celestial Navigation atau Astro Navigation, adalah bernavigasi dengan menggunakan bintang-bintang di langit sebagai penunjuk
arah. Berdasarkan sejarah, bernavigasi menggunakan bintang sebagai
penunjuk arah sudah dilakukan sejak ribuan tahun sebelum Masehi, dan
masih dilakukan sampai sekarang ini dengan menggunakan peralatan yang lebih
modern.
Berabad-abad
yang lalu, manusia mulai melakukan perjalanan melalui laut karena berbagai
alasan. Rasa ingin tahu tentang dunia di luar, janji-janji kekayaan yang tak
terhitung serta keinginan untuk menaklukkan hanya beberapa alasan yang
mengangkat perlunya metode untuk menavigasi akurat di laut. Tanpa cara yang
tepat untuk menavigasi, itu akan hampir mustahil untuk mencapai tujuan yang
jauh. Untuk mengatasi masalah ini, banyak orang yang mengembangkan navigasi
langit, dengan menemukan jalan seseorang yang mengacu pada Matahari, Bulan dan
bintang-bintang.
Mengapa
navigasi langit diperlukan? Manusia telah mengamati bahwa benda langit mematuhi
perilaku tertentu dan siklus mengulang selama periode waktu. Oleh karena itu
mereka dapat digunakan sebagai panduan, dengan mengacu pada catatan yang
diperoleh selama beberapa abad terakhir. Instrumen telah diciptakan untuk
memperhitungkan arah, waktu dan posisi di Bumi. Namun, penemuan ini tidak akan
ada nilainya tanpa sistem koordinasi yang tepat. Oleh karena itu, sangat
penting bagi kita untuk memasang kerangka acuan tetap untuk planet kita.
2.1.1
Sistem
Ordinat Bumi
Sistem Ordinat
Bumi didasarkan oleh garis lintang dan bujur. Latitude adalah tinggi tegak
lurus dari Khatulistiwa dengan tegak lurus dari pusat bumi, diukur dari segi
derajat. Khatulistiwa adalah 0° lintang, seperti yang digambarkan oleh diagram
di bawah. Sumbu yang bergabung ke kutub adalah normal terhadap bidang
Khatulistiwa, karena Kutub Utara akan 90° Utara sedangkan Kutub Selatan akan
menjadi 90° Selatan dalam hal lintang. Bujur adalah jarak horizontal terhadap
pusat bumi, diukur dari segi derajat. Meridian atau garis tengah adalah 0°
bujur, seperti yang digambarkan oleh diagram di
![]() |
bawah.
Perhatikan bahwa posisi di Bumi diukur
dalam derajat bukannya kilometer. Pertama-tama, itu tidak layak untuk
menghitung jarak fisik lokasi sehubungan dengan Equator dan Meridian karena
besarnya bumi. Kedua, hal ini juga hampir tidak mungkin untuk mata telanjang
untuk mendapatkan jarak fisik yang tepat antara benda-benda langit karena
besarnya. Namun, itu layak untuk mendapatkan perpindahan sudut. Oleh karena
itu, derajat sampai saat ini digunakan sebagai pengganti kilometer.
2.1.2
Instrumen
Celestial Navigation
1.
Compas
Kompas adalah alat navigasi untuk menentukan arah berupa sebuah
panah penunjuk magnetis yang bebas menyelaraskan dirinya denganmedan magnet bumi secara akurat. Kompas memberikan
rujukan arah tertentu, sehingga sangat membantu dalam bidang navigasi. Arah mata angin yang ditunjuknya adalah utara, selatan, timur, dan barat. Apabila digunakan
bersama-sama dengan jam dan sekstan, maka kompas akan
lebih akurat dalam menunjukkan arah. Alat ini membantu perkembangan perdagangan
maritim dengan membuat perjalanan jauh lebih aman dan efisien dibandingkan saat
manusia masih berpedoman pada kedudukan bintang untuk menentukan arah.

Lokasi
magnet di Kutub Utara selalu bergeser dari masa ke masa.
Penelitian terakhir yang dilakukan oleh The
Geological Survey of Canadamelaporkan
bahwa posisi magnet ini bergerak kira-kira 40 km per tahun ke arah barat laut.
2.
Quadrant
Quadrant
adalah instrumen pertama pengukur ketinggian yang dikembangkan untuk digunakan
dalam navigasi langit, berasal dari abad ke-15. Penggunaannya tercatat pertama
di laut oleh Diego Gomes di 1461.
Pada
sekitar abad ke-9 Kwadran/quadrant mulai
diperkenalkan. Merupakan lempengan seperempat lingkaran yang di buat dari kayu
atau kuningan dan Bandul penunjuk. Tepi lingkaran memuat skala derajat. Bandul
penunjuk dengan lubang terfiksasi di puncak/ ujung seperempat
![]() |
lingkaran.
Ini
adalah perangkat yang sangat sederhana terbuat dari kayu atau logam dengan
bentuk seperempat lingkaran dengan derajad sepanjang busur. Pemandangan di
sepanjang salah satu lengan radial ditangguhkan dari sudut yang tepat. Itu
membuat penggunaan prinsip-prinsip gravitasi. pengamat memegang Quadrant dengan
busur lurus ke bawah dan melihat ke atas melalui pemandangan di matahari atau
bintang. Ketika pandangannya yang selaras, ia hanya memegang plumb-garis cepat
terhadap wajah Quadrant antara jarinya dan ibu jari dan membacakan ketinggian
dari skala. Instrumen ini hanya dapat digunakan untuk mencari ketinggian benda
angkasa. Cara menggunakannya, satu orang mengamati dan membidik benda langit
melalui lubang kecil, sedangkan yang lain mencatat skala yang ditunjuk Bandul
penunjuk. Pelaut terkenal, Columbus, dalam pelayarannya memakai alat ini.
Walaupun Kwadran mampu mengukur posisi dengan lebih terpercaya karena sudah
memakai skala derajat, namun ada kelemahan paling mencolok; saat terjadi badai
sulit mempertahankan posisi Kwadran dan bandul penunjuknya tetap vertikal.
3.
Astrolable
Instrumen lain adalah
Astrolabe atau "astrolage" yang berasal dari Timur Tengah. Pada
mulanya dipakai untuk menentukan waktu, zodiac dan posisi kiblat.
"Astro" berarti bintang dan "labe" berarti menentukan.
Dibuat pertama kali oleh ahli matematika Persia Al Fazari pada abad ke-8 dan
mulai
dikenal di Eropa pada zaman khalifah
Cordova Spanyol.

![]() |
Astrolabe adalah suatu alat yang dapat digunakan, baik astronomi maupun astrologi, untuk memprediksi pergerakan matahari, bulan, planet dan bintang; menentukan waktu. Selain itu juga untuk menyusun horoskop/perbintangan. Alat ini terdiri dari cakram berlubang yang disebut mater, sebagai alas dari satu/ lebih cakram tipis yang disebut tympan atau climates. tympan berisi gambar yang merepresentasikan langit di atas horizon. Disekeliling mater merepresentasikan waktu. Di atas mater dan tympan, ada lagi rete, memuat proyeksi eklips dan posisi bintang. Perputaran rete 360 derajat merepresentasikan perputaran bumi 24 jam. Sebuah penggaris putar disebut alidade tertempel dibelakang mater, berfungsi untuk membidik bintang. Dari Astrolabe muslim yang rumit ini kemudian sekitar abad ke-10 dimodifikasi menjadi lebih sederhana untuk keperluan navigasi. Misalnya Astrolabe buatan Haji Ali dari Kerbala tahun 1790, dipakai untuk mengetahui waktu terbit dan tenggelamnya matahari, ketinggian matahari dan bintang. Lebih penting lagi, di pakai untuk menentukan arah kiblat.
4.
Cross-staff
![]() |
Avicenna (Ibnu Sina) ahli matematika dari persia, telah menulis tentang Cross-staff sekitar abad ke-11 M. Alat yang menyerupai Salib ini merupakan modifikasi dari Kamal. Cara meggunakannya seperti merentangkan busur panah. Bagian vertikal/ lengan digesergeser sepanjang tongkat sedemikian hingga Polaris tampak di ujung atas lengan dan horizon di bawah. Sejak saat itulah mulai dikenal istilah 'membidik' bintang.
Konsep ini
kemungkinan masuk eropa ketika Levi ben Gerson, yang bekerja di sekolah Spanyol
di Catalan tahun 1342, menulis tentang instrumen bernama Balestilla yang
berbentuk tongkat dengan lengan geser. Kelemahan utama alat ini adalah
navigator harus melihat dua arah pada saat yang sama, matahari/ bintang di
ujung atas lengan dan horizon di ujung bawah. Yang kedua, penggunaan pada siang
hari sering menyilaukan mata, maka penggunaan Cross staff mulai ditinggalkan
sejak Backstaff/ Kwadran Davis dikenalkan. Sebagai tambahan, sekitar tahun
1400-an, Portugis berlayar ke selatan menyusuri benua Afrika selanjutnya menuju
ke Asia. Karena berada di belahan bumi selatan, maka bintang Polaris tidak
kelihatan, jadi mereka mencari cara lain untuk menentukan posisinya. Seorang
navigator bernama pangeran Henry, tahun 1480, menentukan posisi berdasarkan
pergerakan matahari dan perbandingan sudutnya dari utara dan selatan, yang
kemudian dikenal dengan nama deklinasi.

Cross-staf adalah perangkat jauh lebih sederhana daripada Astrolabe, tetapi membaca yang masih dipengaruhi oleh banyak faktor lain. Misalnya, melihat dua titik pada saat yang sama dapat menyebabkan paralaks mata, dan kebutuhan untuk melihat langsung matahari menyilaukan saat mengambil ketinggian meridian nya (Masalah ini sebagian diselesaikan dengan menggunakan kaca). Cross-Staf juga harus diposisikan dengan benar pada tulang pipi, sehingga mata akan berada di titik terminal di sumbu untuk mendapatkan pembacaan yang akurat.
Ada juga beberapa pembatasan untuk
penggunaan Cross-staf. Karena pembatasan sudut antara dua objek yang mata
manusia dapat melihat pada saat yang sama, sudut yang dapat diukur dengan
Cross-staf dibatasi dari sekitar 20 ° sampai 60 °. Selain itu, kelulusan
terkecil pada staf sekitar 3 °, karena itu tidak mungkin untuk menggunakan
Cross-staf di daerah lintang rendah.
5.
Back-staff
![]() |
Davis quadrant atau Backstaff, instrumen yang dibuat oleh John Davis, kapten Inggris, pada tahun 1594. Backstaff terdiri dari dua buah rangka segitiga, rangka besar dengan skala 30 derajat, sedangkan rangka kecil 60°. Cara menggunakannya dengan berdiri membelakangi matahari, kemudian navigator mengamati bayangan matahari yang jatuh di celah-celah. Penjumlahan skala rangka besar dan kecil menunjukkan ketinggian matahari. Kelemahan alat ini tidak bisa di gunakan pada malam hari, karena pengukuran berdasarkan bayangan obyek.
6.
Octant
Tahun 1731 John
Hadley, ahli matematika dari Inggris, mengajukan konsep dua pantulan,
berdasarkan teori sudut sinar datang dan sinar pantul dari Robert Hooke, Isaac
Newton, dan Edmund Halley. Instrumen dari Hadley terdiri dari rangka kayu
berbentuk seperdelapan lingkaran, dengan bandul penunjuk di poros/ ujung lancip
rangka. Di poros bandul penunjuk terdapat cermin yang akan bergerak mengikuti
ayunan bandul. Cermin kedua, separo kaca tembus pandang dan separo lagi cermin,
terletak di salah satu rangka kayu. Prinsip kerjanya adalah bila sebuah obyek
dilihat dari dua kali pantulan, maka perhitungan sudutnya adalah dua kali
lipatnya. Jadi sebuah obyek dengan sudut 90 derajat, maka skala yang
ditunjukkan di Kwadran cuma 45 derajat atau 1/8 lingkaran sehingga dinamakan
Oktan. Hampir bersamaan di tempat yang berbeda, Thomas Godfrey, tukang kaca
dari Philadelphia juga menciptakan alat dengan prinsip kerja yang sama. Karena
untuk pengamatan dengan metode yang disebut Lunar Distance membutuhkan sudut
lebih besar dari 90 derajat, maka Octan diperlebar menjadi 1/6 lingkaran,
namanya menjadi Sextant (a sixth of a circle) yang bisa
![]() |
mengukur hingga 120 derajat.
Bila menggunakan Octant, instrumen
dipegang dalam posisi vertikal dan cakrawala laut dilihat melalui cermin cakrawala.
sinar cahaya dari benda angkasa akan tercermin oleh kaca indeks diikuti oleh
cermin cakrawala, ke mata pengamat. Dengan memutar lengan indeks sampai citra
tercermin dari benda angkasa sejajar dengan cakrawala, yang sesuai ketinggian,
yang dua kali sudut pindah oleh lengan indeks, dapat dibaca dari skala. Penggunaan
Sextant adalah sama dengan Octant. Sudut diukur ditransfer ke meja lunar dimana
bujur pengamat akan diketahui. pengurangan lebih lanjut dalam radius Sextant
membantu untuk mengurangi berat instrumen bahkan lebih. The Octant dan Sextant
adalah instrumen pertama yang bisa mengukur sudut dengan akurasi yang cukup.
pengamat hanya perlu untuk melihat satu tempat sementara menyesuaikan
7.
Sundial
Jam matahari atau sundial adalah sebuah perangkat sederhana yang
menunjukkan waktu berdasarkan
pergerakan matahari di meridian.
Jam Matahari merupakan perangkat penunjuk waktu yang sangat kuno. Tidak ada
yang mengetahui secara pasti kapan perangkat ini dibuat. Jam Matahari tertua
yang pernah ditemukan, kebanyakan berasal dari Yunani, berupa
sebuah bentukan sirkuler dengan penanda di tengah yang ditemukan oleh Chaldean Berosis,
yang hidup sekitar 340 SM.
Beberapa artefak jam
matahari lain ditemukan, di Tivoli,
Italia tahun 1746,
di Castel Nuovo dan Rigano tahun
1751, dan di Pompeii tahun 1762.
Rancangan jam matahari yang paling umum dikenal memanfaatkan bayangan yang
menimpa permukaan datar yang ditandai dengan jam-jam dalam suatu hari. Seiring
dengan perubahan pada posisi Matahari, waktu yang ditunjukkan oleh bayangan
tersebut pun turut berubah. Pada dasarnya, jam Matahari dapat dibuat
menggunakan segala jenis permukaan yang ditimpai bayangan yang dapat ditebak
posisinya. Kekurangan dari jam Matahari adalah tidak bisa mengukur waktu pada
saat jam malam. Sebagai pengganti pada saat malam hari dapat digunakan jam bintang.
Sebagian
besar jam Matahari menunjukkan waktu
Matahari nyata. Dengan variasi rancangan yang kecil, jam Matahari
dapat pula mengukur waktu standar serta waktu musim
panas.
![]() |
Sebuah bayangan oleh Sun menunjukkan waktu hari pada Sundial. Di pagi yang cerah, mengatur Sundial di sinar matahari langsung, dengan garis di papan berjalan dari utara ke selatan.
Sebuah Kompas
magnetik diperlukan untuk mendapatkan arah. (Jika Anda tidak memiliki satu,
posisi papan satu pada malam tak berawan dan garis itu dengan Polaris). Panjang
bayangan yang jatuh pada Sundial dan indikasi pada Sundial akan memberitahu
waktu hari.
Meskipun Sundial
sangat sederhana untuk membuat dan menggunakan, juga memiliki banyak kelemahan.
Sundial tidak lagi akurat setelah satu bulan. Hal ini karena ekuator bumi
menyebabkan 'jalan' Matahari untuk mengubah selama bulan. The Sundial yang sama
tidak dapat digunakan di dua tempat yang berbeda. The Sun memiliki berbagai
'jalur' untuk dua tempat yang berbeda.
8.
Nocturnal
Nocturnal, atau
Nocturlabe pertama kali dijelaskan pada 1272 sebagai sarana menghitung waktu di
malam hari. Nocturnal bekerja pada prinsip bahwa bintang dekat dengan Pola-pola
Celestial yang sirkumpolar.
Sebuah Nocturnal terdiri
dari beberapa potongan logam atau kayu, yang melekat pada pusat sehingga mereka
dapat memutar relatif terhadap satu sama lain. Pada sumbu rotasi adalah sebuah
lubang. Ketika digunakan, Nocturnal posisi tegak lurus dengan pegangan sampai
Polaris dapat terlihat melalui lubang. Lengan panjang perangkat ini kemudian
berubah sampai terletak di sepanjang garis yang dibuat oleh dua bintang paling
terang di rasi dikenal sebagai Ursa Major. Kedua bintang yang sering digunakan
sebagai "pointer" karena mereka mudah dilihat dan mereka terletak di
sepanjang garis yang melewati dekat dengan Polaris. Bintang terang di Ursa
Minor dapat digunakan dengan cara yang sama.
Jika Ursa Minor
digunakan, dial batin akan berubah sehingga pointer bertanda "LB"
akan berbohong terhadap tanggal pengamatan yang sedang dibuat. Dengan ini,
koreksi dari waktu sidereal ke waktu surya secara otomatis dapat diperbaiki.
Setelah pengaturan dial
batin untuk tanggal yang benar, Polaris adalah terlihat melalui lubang dan
lengan panjang diaktifkan sampai bintang terang di Ursa Minor terletak di
atasnya. Waktu kemudian membaca off dari skala pada dial pusat - sama seperti
jika lengan panjang bertindak sebagai tangan jam.
Jika Ursa Major dipilih
sebagai referensi, prosedur adalah sama, kecuali bahwa pointer kecil ditandai
"GB" diatur terhadap tanggal.
9.
Chronometer
Pada
tahun 1735, John Harrison mengenalkan Chronometer, yaitu jam yang diklaim
akurat. Dari dasar pemikiran bahwa ketersediaan jam akurat berdasarkan zona
waktu tertentu, navigator akan lebih mudah menentukan posisi bujurnya di
permukaan bumi. Chronometer pertama kali dibuat dan disetel di Greenwich,
Inggris. Tepat tengah hari ditentukan jam 12.00. Para pelaut yang hendak
mengarungi samudera selalu mengkalibrasi Chronometernya di Greenwich. Lama
kelamaan menjadi tempat “bengkel” kalibrasi, hingga kemudian ditetapkan sebagai
pusat rujukan semua waktu di bumi, Greenwich Mean Time (GMT) yang kita kenal
sekarang.
Although the idea
of using a Chronometer to calculate longitude dates from the 13th century, the
Chronometer itself was not made until the 18th century by a skilled English
clock-maker, John Harrison. John and his brother, James, were so successful at
correcting the existing causes of inaccuracies in clocks that by 1726, they had
manufactured two clocks which lost no more than 1 second a month. This was a
remarkable achievement and advanced far beyond any existing technologies of
that time.

The first of
Harrison’s series of five sea-clocks (chronometers) was completed in 1735. The
major improvement was that the pendulum originally used in the clock was
replaced by a balance spring with two 5 pound weights connected by brass arcs.
When the clock was tilted or turned by the movement of the sea, the weights
attached will balance the spring and any particular movement communicated to one
balance will be automatically counteracted by an equal and opposite movement of
its opposing counterpart. The chronometer weighed 72 pounds. When the
chronometer was put to a sea trial, it was relatively successful, losing only 3
seconds in 24 hours. However, Harrison decided that H1 could not be further
improved and abandoned working with it turning his attention instead to the
design and manufacture of H2.
![]() |
Harrison Number 2 (H2)
In 1739 H2 was
completed. H2 was tall and heavier but it took up less deck space. The main
innovation in the mechanism of H2, one which Harrison used in all his
subsequent longitude time-keepers was a remontoire. The remontoire mechanism
ensures that the force on theescapement is constant, thus improving the
accuracy of the clock.
Harrison Number 3 (H3)

Harrison number 4 (H4)

Harrison’s final longitude time-keeper H5 had
been completed in 1772 and was mechanically very similar to H4.
2.2 Azimuths And Amplitudes
2.2.1
Azimuth

Azimuth atau juga sering disebut bearing merupakan sudut yang dibentuk oleh dua garis lurus, garis pertama menuju utara peta/grid atau utara kompas dan garis ke dua menuju suatu titik sasaran yang dihitung searah jaraum jam. Atau dengan kata lain bahwa sudut azimuth adalah sudut yang dibentuk dari pengamat menuju objek dengan arah utara sebagai acuannya.
2.2.1.1
Cara menghitung sudut Azimuth
Garis yang dijadikan
acuan dari kedua garis tersebut adalah garis yang menuju utara peta atau utara
kompas. Jika garis acuannya adalah utara peta, maka sudut tersebut dinamakan
sudut peta dan jika garis acuannya adalah utara yang ditunjukkan oleh jarum kompas
maka sudut tersebut dinamakan sudut kompas. Sudut
peta diperoleh dari isi muka peta topografi dengan menggunakan alat
bantu protractor/busur derajat sebagai
alat hitungnya, sedangkan sudut
kompas diperoleh di lapangan menggunakan alat kompas dengan membidikkan kompas
ke sebuah sasaran, hasil bidikan tersebutlah yang dinamakan sudut kompas. Sudut
peta dapat dikonversi ke sudut kompas dan begitu juga sebaliknya.
2.2.2
Amplitudes
![]() |
Amplitudo dinyatakan oleh jarak naik dan turunnya suatu getaran(osilasi) Amplitudo adalah pengukuran skalar yang nonnegatif dari besar osilasi suatu gelombang. Amplitudo juga dapat didefinisikan sebagai jarak/simpangan terjauh dari titik kesetimbangan dalam gelombang sinusoide yang kita pelajari pada mata pelajaran fisika dan matematika - geometrika. Amplitudo dalam sistem internasional biasa disimbolkan dengan (A) dan memiliki satuan meter (m).
Sebuah amplitudo benda angkasa ini adalah busur antara
tubuh diamati di cakrawala dan titik di mana cakrawala pengamat memotong
ekuator langit. Lihat Gambar 1.703. Menghitung amplitudo setelah mengamati
tubuh baik pada horizon langit atau visual. Bandingkan tubuh diukur amplitudo
dengan amplitudo diekstrak dari Amplitude meja. Perbedaan antara dua nilai
merupakan error kompas. Berikan amplitudo akhiran N jika tubuh dari yang
ditentukan memiliki deklinasi utara dan S jika memiliki deklinasi selatan.
Berikan amplitudo awalan E jika tubuh meningkat dan W jika tubuh terbenam.
Nilai-nilai dalam tabel Amplitudo menganggap bahwa tubuh adalah di cakrawala
langit. matahari di ufuk langit ketika tungkai bawahnya adalah sekitar
dua-pertiga dari diameter di atas cakrawala terlihat. bulan adalah di cakrawala
langit ketika ekstremitas atas adalah di cakrawala terlihat. Planet dan
bintangbintang di cakrawala langit ketika mereka sekitar satu diameter matahari
di atas cakrawala terlihat.
2.3 Time In Navigation
2.3.1.
Waktu Bintang (siderial time)
Karena
bumi berotasi maka benda-benda langit yang relatif diam akan tampak bergerak
mengelilingi bumi bagi pengamat di muka bumi. Demikian pula dengan posisi
vernal equinox. Jam Sideris didefinisikan sebagai jarak sudut vernal equinox
terhadap meridian, atau sudut jam vernal equinox. Satuannya jam. Karena satu
putaran vernal equinox dari meridian ke meridian lagi didefinisikan sebagai 24
jam sideris maka 1 jam sideris setara dengan perpindahan vernal equinox sejauh
15 derajat. Ketika vernal equinox tepat berada di meridian suatu tempat, saat
itu Jam Sideris Lokalnya adalah 00:00. Jam sideris sangat berguna bagi
pengamatan astronomi. Gerakan harian bintang-bintang di langit relatif terhadap
rotasi bumi bisa disamakan dengan gerak harian vernal equinox. Umumnya posisi
benda-benda astronomi dinyatakan dengan asensio rekta dan deklinasi, yaitu
pengukuran sudut relatif terhadap vernal equinox di bidang ekuator langit.
Dengan jam sideris pengamat dapat menentukan kapan dan benda-benda apa yang
akan diamati. Sebagai contoh, suatu benda astronomi akan berada di meridian
pengamat jika asensio rekta benda itu sama dengan Jam Sideris Lokal. Satu hari
sideris adalah waktu yang diperlukan bumi berotasi satu putar atau dapat juga
dikatan sebagai waktu yang diperlukan bintang melewati meridian di suatu tempat
ke meridian yang sama lagi. Berbeda dengan satu hari yang biasa digunakan, satu
hari Matahari, yang menyatakan rentang waktu gerak harian Matahari rata-rata
satu putar relatif terhadap pengamat di bumi. Dalam satu tahun bumi berotasi
366,2422 kali namun bagi pengamat di muka bumi yang tetap akan melihat Matahari
melintas 365,2422 kali. Dengan perbandingan itu dan karena satu hari Matahari
adalah 24 jam maka panjang satu hari sideris adalah 86164,09 detik, atau 23
jam, 56 menit dan 4,09 detik.
2.3.2. Waktu matahari (solar time )
Waktu
Matahari itu didasarkan dari ide bahwa saat matahari mencapai titik tertinggi
di langit, saat tersebut dinamakan tengah hari. Waktu Matahari nyata itu didasarkan
dari hari Matahari nyata, di mana interval di antara dua kali kembalinya
matahari ke lokal meridian. Waktu Matahari bisa diukur dengan menggunakan jam
Matahari. Waktu Matahari rata-rata (mean solar time) adalah jam waktu buatan
yang dicocokan dengan pengukuran diurnal motion (gerakan nyata bintang
mengelilingi bumi) dari bintang tetap agar cocok dengan rata-rata waktu
Matahari nyata. Panjangnya waktu Matahari rata-rata adalah konstan 24 jam
sepanjang tahun walaupun jumlah sinar matahari di dalamnya bisa berubah. Satu
hari Matahari nyata bisa berbeda dari hari Matahari rata-rata (yang berisi
86.400 detik) sebanyak 22 detik lebih pendek sampai dengan 29 detik lebih
panjang. Karena banyak hari-hari panjang atau hari-hari pendek ini terjadi
secara berturut-turut, perbedaan yang terkumpul bisa mencapai hampir 17 menit
lebih awal 0l atau lebih dari 14 menit terlambat. Perbedaan antara waktu
Matahari nyata dan waktu Matahari rata-rata itu dinamakan persamaan waktu.
2.3.3
Cara Asumsi Posisi
Posisi
pengamat diasumsikan berada di suatu koordinat X, Y, lalu dihitung kemungkinan
altitude obyek langit yang akan di peroleh bila di amati dari lokasi tersebut.
Altitude ini selanjutnya akan kita sebut sebagai Hc (Altitude Kalkulasi).
Hasilnya kemudian di bandingkan dengan Altitude pengamatan sesungguhnya, yang
kita sebut Ho (Altitude Observasi). Nilai Altitude Kalkulasi (Hc) diperoleh
dengan bantuan rumus trigonometri bola, sedangkan Altitude Observasi (Ho)
adalah hasil pengukuran riil Sextant.
![]() |
Altitude Observasi (Ho) Perhatikan gambar di bawah ini;
2.3.4
Pengolongan waktu matahari terhadap bumi dan waktu
a. Waktu
Menengah Setempat (LMT)
Adalah
waktu menengah yang menjadi dasar untuk suatu tempat, jika SJB(sudut jam barat)
setempat (LHA) dihitung ke arah barat, mulai dari derajah tempat tersebut.
LMT = Θ m
LHA ± 12 jam
b. Waktu
Menengah Greenwich (GMT)
Adalah waktu menengah setempat pada
derajah greenwich.
GMT
= Θ m GHA + 12 jam.

c. Waktu
Tolok (ST)
Adalah waktu menengah yang berlaku bagi
suatu wilayah negara.
WIB
= GMT + 7 JAM
WITA= GMT + 8 JAM
WIT
= GMT + 9 JAM
Untuk tiap 15°
Terletak disebelah TIMUR dari Greenwich,
LMT 1 jam > SIANG dari GMT
BARAT
PAGI
Untuk tempat-tempat
Pada bujur 180°T mempunyai LMT 12 jam >
SIANG dari GMT
180°B
PAGI

Jika berlayar ke arah TIMUR, melewati BTI
yakni :
- Ketika
beralih BT ke BB, maka tanggal dikapal dikurangi
- Ketika
beralih BB ke BT, maka tanggal dikapal ditambah
Misalnya
sebuah kapal bertolak pada siang hari tgl 2 mei dari A di BT untuk tiba di B di
BB, pada siang hari berikutnya.

Dalam
buku harian kapal: sebagai tgl tolak dari A, dicatat 3 mei. Satu hari kemudian,
di B, maka kita harus mencatat sebagai tgl tiba 3 mei.
Jadi tanggal 3 mei dicatat 2 kali.
d. Waktu
Mintakad (ZT)
Adalah waktu
menengah pada derajat pertengahan Zone yang bersangkutan.

Diagram ZT

e. Universal
Time (UT)
Adalah waktu matahari menengah terhadap
derajat greenwich.
GMT = 12 jam + GHA Θ menengah.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesempulan
Dari
makalah kami ini, kesimpulan yang bisa kami dapatkan bahwa Celestial Navigation atau Astro Navigation,
adalah bernavigasi dengan menggunakan bintang-bintang di langit sebagai penunjuk
arah. Berdasarkan sejarah, bernavigasi menggunakan bintang sebagai
penunjuk arah sudah dilakukan sejak ribuan tahun sebelum Masehi, dan
masih dilakukan sampai sekarang ini dengan menggunakan peralatan yang lebih
modern. Istrumen pada celestial navigation meliputi kompas, kuadran,
astrolable, cross staff, back staff, octan, sundial, nocturnal, dan chrono
meter. Amplitudo adalah pengukuran skalar yang nonnegatif daribesar osilasi suatu gelombang. Amplitudo juga dapat didefinisikan sebagai
jarak/simpangan terjauh dari titik kesetimbangan dalam gelombang sinusoide yang kita pelajari pada mata
pelajaran fisika dan matematika-geometrika. Amplitudo dalam sistem internasional
biasa disimbolkan dengan (A) dan memiliki satuan meter (m).
Sudut azimuth atau juga sering disebut bearing merupakan sudut yang dibentuk oleh dua garis
lurus, garis pertama menuju utara peta/grid atau utara kompas dan garis ke dua
menuju suatu titik sasaran yang dihitung searah jaraum jam.
3.2 Saran
Dari makalah ini saran yang bisa kami
sampaikan adalah dalam memperhitungkan navigasi sebenarnya perlu pemahaman yang
lebih lagi. Karena pada saat navigasi moderen tidak dapat berfungsi kita masih
bisa menggunakan navigasi alam atau langit. Diharapkan kedepannya dapat lebih
memahami cara kerja dan penggunaan navigasi celestial.
REFERENSI
2. Cotter.
1983. The Elements of Navigation and Nautical Astronomy. London
:
Brown, Son & Ferguson LTD. Nautical
Publisher.
3. https://id.scribd.com/doc/81903041/navigasi-langit
nice bro hahaha
BalasHapus