Senin, 12 Desember 2016

Celestial Navigation

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Sejak dulu sebelum teknologi berkembang manusia masih menggunakan alat-alat sederhana yang mereka ciptakan untuk mempermudah dan membantu mereka dalam memprediksi waktu dan keadaan alam sewaktu berada di laut. Pada saat itu manusia sudah mengenal keberadaan sistem navigasi  dengan menggunakan pedoman benda-benda angkasa alamiah yaitu bulan, bintang, dan matahari manusia pada zaman dahulu tidak hanya menggunakan bintang, bulan dan matahari sebagai penunjuk navigasi saja mereka juga menggunaknnya sebagai penunjuk waktu. Manusia telah mengamati bahwa benda langit mematuhi perilaku tertentu dan siklus mengulang selama periode waktu. Oleh karena itu mereka dapat digunakan sebagai panduan, dengan mengacu pada catatan yang diperoleh selama beberapa abad terakhir. Instrumen telah diciptakan untuk memperhitungkan arah, waktu dan posisi di Bumi. Namun, penemuan ini akan ada nilainya tanpa sistem koordinasi yang tepat.
Navigasi astronomi adalah suatu sistem penentuan posisi kapal atau benda melalui observasi benda angkasa seperti matahari, bulan, bintang-bintang dan planet-planet, dengan adanya ilmu navigasi astronomi ini, kemungkinan para pelaut tersesat di lautan menjadi berkurang.
navigasi langit (Celestial Navigation) juga dikenal sebagai astronavigation, adalah seni kuno dan ilmu memperbaiki posisi yang memungkinkan navigator untuk transisi melalui ruang tanpa harus bergantung pada perkiraan perhitungan, atau perhitungan mati, untuk mengetahui posisi mereka. navigasi langit menggunakan "pemandangan," atau sudut pengukuran yang diambil antara benda angkasa (matahari, bulan, planet atau bintang) dan cakrawala terlihat. Biasanya matahari paling sering digunakan, tetapi navigator juga dapat menggunakan bulan, planet atau salah satu dari 57 bintang navigasi yang koordinat ditabulasikan dalam Nautical Almanac dan Air Almanacs. Navigasi langit adalah penggunaan pengukuran sudut (pemandangan) antara benda langit dan cakrawala terlihat untuk mencari posisi seseorang di dunia, di darat maupun di laut. Pada waktu tertentu, setiap benda angkasa terletak langsung di atas satu titik di permukaan bumi.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa saja instrumen di dalam celestial navigasi?
2.      Apa itu azimuths and amplitudes?
3.      Waktu dalam navigasi.
1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui instrumen apa saja yang terdapat di dalam navigasi celestial.
2.      Untuk mengetahui pengertian dari azimuth dan amplitudes.
3.      Untuk mendeskripsikan waktu dalam navigasi.














BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Instruments For Celestial Navigation
Celestial Navigation atau Astro Navigation,  adalah bernavigasi dengan menggunakan bintang-bintang di langit sebagai penunjuk arah.  Berdasarkan sejarah, bernavigasi menggunakan bintang sebagai penunjuk arah sudah dilakukan sejak ribuan tahun sebelum Masehi,  dan masih dilakukan sampai sekarang ini dengan menggunakan peralatan yang lebih modern.
Berabad-abad yang lalu, manusia mulai melakukan perjalanan melalui laut karena berbagai alasan. Rasa ingin tahu tentang dunia di luar, janji-janji kekayaan yang tak terhitung serta keinginan untuk menaklukkan hanya beberapa alasan yang mengangkat perlunya metode untuk menavigasi akurat di laut. Tanpa cara yang tepat untuk menavigasi, itu akan hampir mustahil untuk mencapai tujuan yang jauh. Untuk mengatasi masalah ini, banyak orang yang mengembangkan navigasi langit, dengan menemukan jalan seseorang yang mengacu pada Matahari, Bulan dan bintang-bintang.

Mengapa navigasi langit diperlukan? Manusia telah mengamati bahwa benda langit mematuhi perilaku tertentu dan siklus mengulang selama periode waktu. Oleh karena itu mereka dapat digunakan sebagai panduan, dengan mengacu pada catatan yang diperoleh selama beberapa abad terakhir. Instrumen telah diciptakan untuk memperhitungkan arah, waktu dan posisi di Bumi. Namun, penemuan ini tidak akan ada nilainya tanpa sistem koordinasi yang tepat. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk memasang kerangka acuan tetap untuk planet kita.

2.1.1        Sistem Ordinat Bumi
Sistem Ordinat Bumi didasarkan oleh garis lintang dan bujur. Latitude adalah tinggi tegak lurus dari Khatulistiwa dengan tegak lurus dari pusat bumi, diukur dari segi derajat. Khatulistiwa adalah 0° lintang, seperti yang digambarkan oleh diagram di bawah. Sumbu yang bergabung ke kutub adalah normal terhadap bidang Khatulistiwa, karena Kutub Utara akan 90° Utara sedangkan Kutub Selatan akan menjadi 90° Selatan dalam hal lintang. Bujur adalah jarak horizontal terhadap pusat bumi, diukur dari segi derajat. Meridian atau garis tengah adalah 0° bujur, seperti yang digambarkan oleh diagram di
http://www.math.nus.edu.sg/aslaksen/gem-projects/hm/0203-1-10-instruments/primequ.gif

bawah.
Perhatikan bahwa posisi di Bumi diukur dalam derajat bukannya kilometer. Pertama-tama, itu tidak layak untuk menghitung jarak fisik lokasi sehubungan dengan Equator dan Meridian karena besarnya bumi. Kedua, hal ini juga hampir tidak mungkin untuk mata telanjang untuk mendapatkan jarak fisik yang tepat antara benda-benda langit karena besarnya. Namun, itu layak untuk mendapatkan perpindahan sudut. Oleh karena itu, derajat sampai saat ini digunakan sebagai pengganti kilometer.
2.1.2        Instrumen Celestial Navigation
1.      Compas
Kompas adalah alat navigasi untuk menentukan arah berupa sebuah panah penunjuk magnetis yang bebas menyelaraskan dirinya denganmedan magnet bumi secara akurat. Kompas memberikan rujukan arah tertentu, sehingga sangat membantu dalam bidang navigasi. Arah mata angin yang ditunjuknya adalah utara, selatan, timur, dan barat. Apabila digunakan bersama-sama dengan jam dan sekstan, maka kompas akan lebih akurat dalam menunjukkan arah. Alat ini membantu perkembangan perdagangan maritim dengan membuat perjalanan jauh lebih aman dan efisien dibandingkan saat manusia masih berpedoman pada kedudukan bintang untuk menentukan arah.
http://www.math.nus.edu.sg/aslaksen/gem-projects/hm/0203-1-10-instruments/compas10.gifPenemuan bahwa jarum magnetik selalu mengarah ke utara dan selatan terjadi di Cina dan diuraikan dalam buku Loven Heng. Pada abad kesembilan, orang Cina telah mengembangkan kompas berupa jarum yang mengambang dan jarum yang berputar.Pelaut Persia memperoleh kompas dari orang Cina dan kemudian memperdagangkannya. Tetapi baru pada tahun 1877 orang Inggris, William Thomson, 1st Baron Kelvin (Lord Kelvin) membuat kompas yang dapat diterima oleh semua negara. Dengan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang timbul dari deviasi magnetik karena meningkatnya penggunaan besi dalam arsitektur kapal. Alat apa pun yang memiliki batang atau jarum magnetis yang bebas bergerak menunjuk arah utara magnetis dari magnetosfer sebuah planet sudah bisa dianggap sebagai kompas. Kompas jam adalah kompas yang dilengkapi dengan jam matahari. Kompas variasi adalah alat khusus berstruktur rapuh yang digunakan dengan cara mengamati variasi pergerakan jarum. Girokompas digunakan untuk menentukan utara sejati.
Lokasi magnet di Kutub Utara selalu bergeser dari masa ke masa. Penelitian terakhir yang dilakukan oleh The Geological Survey of Canadamelaporkan bahwa posisi magnet ini bergerak kira-kira 40 km per tahun ke arah barat laut.

2.      Quadrant
Quadrant adalah instrumen pertama pengukur ketinggian yang dikembangkan untuk digunakan dalam navigasi langit, berasal dari abad ke-15. Penggunaannya tercatat pertama di laut oleh Diego Gomes di 1461.
Pada sekitar abad ke-9 Kwadran/quadrant  mulai diperkenalkan. Merupakan lempengan seperempat lingkaran yang di buat dari kayu atau kuningan dan Bandul penunjuk. Tepi lingkaran memuat skala derajat. Bandul penunjuk dengan lubang terfiksasi di puncak/ ujung seperempat
http://www.math.nus.edu.sg/aslaksen/gem-projects/hm/0203-1-10-instruments/quadra2.gif

lingkaran.

Ini adalah perangkat yang sangat sederhana terbuat dari kayu atau logam dengan bentuk seperempat lingkaran dengan derajad sepanjang busur. Pemandangan di sepanjang salah satu lengan radial ditangguhkan dari sudut yang tepat. Itu membuat penggunaan prinsip-prinsip gravitasi. pengamat memegang Quadrant dengan busur lurus ke bawah dan melihat ke atas melalui pemandangan di matahari atau bintang. Ketika pandangannya yang selaras, ia hanya memegang plumb-garis cepat terhadap wajah Quadrant antara jarinya dan ibu jari dan membacakan ketinggian dari skala. Instrumen ini hanya dapat digunakan untuk mencari ketinggian benda angkasa. Cara menggunakannya, satu orang mengamati dan membidik benda langit melalui lubang kecil, sedangkan yang lain mencatat skala yang ditunjuk Bandul penunjuk. Pelaut terkenal, Columbus, dalam pelayarannya memakai alat ini. Walaupun Kwadran mampu mengukur posisi dengan lebih terpercaya karena sudah memakai skala derajat, namun ada kelemahan paling mencolok; saat terjadi badai sulit mempertahankan posisi Kwadran dan bandul penunjuknya tetap vertikal.

3.      Astrolable
Instrumen lain adalah Astrolabe atau "astrolage" yang berasal dari Timur Tengah. Pada mulanya dipakai untuk menentukan waktu, zodiac dan posisi kiblat. "Astro" berarti bintang dan "labe" berarti menentukan. Dibuat pertama kali oleh ahli matematika Persia Al Fazari pada abad ke-8 dan mulai http://www.math.nus.edu.sg/aslaksen/gem-projects/hm/0203-1-10-instruments/astrol3.jpgdikenal di Eropa pada zaman khalifah Cordova Spanyol.

Astrolabe adalah suatu alat yang dapat digunakan, baik astronomi maupun astrologi, untuk memprediksi pergerakan matahari, bulan, planet dan bintang; menentukan waktu. Selain itu juga untuk menyusun horoskop/perbintangan. Alat ini terdiri dari cakram berlubang yang disebut mater, sebagai alas dari satu/ lebih cakram tipis yang disebut tympan atau climates. tympan berisi gambar yang merepresentasikan langit di atas horizon. Disekeliling mater merepresentasikan waktu. Di atas mater dan tympan, ada lagi rete, memuat proyeksi eklips dan posisi bintang. Perputaran rete 360 derajat merepresentasikan perputaran bumi 24 jam. Sebuah penggaris putar disebut alidade tertempel dibelakang mater, berfungsi untuk membidik bintang. Dari Astrolabe muslim yang rumit ini kemudian sekitar abad ke-10 dimodifikasi menjadi lebih sederhana untuk keperluan navigasi. Misalnya Astrolabe buatan Haji Ali dari Kerbala tahun 1790, dipakai untuk mengetahui waktu terbit dan tenggelamnya matahari, ketinggian matahari dan bintang. Lebih penting lagi, di pakai untuk menentukan arah kiblat.

4.      Cross-staff

Avicenna (Ibnu Sina) ahli matematika dari persia, telah menulis tentang Cross-staff sekitar abad ke-11 M. Alat yang menyerupai Salib ini merupakan modifikasi dari Kamal. Cara meggunakannya seperti merentangkan busur panah. Bagian vertikal/ lengan digesergeser sepanjang tongkat sedemikian hingga Polaris tampak di ujung atas lengan dan horizon di bawah. Sejak saat itulah mulai dikenal istilah 'membidik' bintang.

Konsep ini kemungkinan masuk eropa ketika Levi ben Gerson, yang bekerja di sekolah Spanyol di Catalan tahun 1342, menulis tentang instrumen bernama Balestilla yang berbentuk tongkat dengan lengan geser. Kelemahan utama alat ini adalah navigator harus melihat dua arah pada saat yang sama, matahari/ bintang di ujung atas lengan dan horizon di ujung bawah. Yang kedua, penggunaan pada siang hari sering menyilaukan mata, maka penggunaan Cross staff mulai ditinggalkan sejak Backstaff/ Kwadran Davis dikenalkan. Sebagai tambahan, sekitar tahun 1400-an, Portugis berlayar ke selatan menyusuri benua Afrika selanjutnya menuju ke Asia. Karena berada di belahan bumi selatan, maka bintang Polaris tidak kelihatan, jadi mereka mencari cara lain untuk menentukan posisinya. Seorang navigator bernama pangeran Henry, tahun 1480, menentukan posisi berdasarkan pergerakan matahari dan perbandingan sudutnya dari utara dan selatan, yang kemudian dikenal dengan nama deklinasi.
http://www.math.nus.edu.sg/aslaksen/gem-projects/hm/0203-1-10-instruments/cross_1.jpg
Cross-staf adalah perangkat jauh lebih sederhana daripada Astrolabe, tetapi membaca yang masih dipengaruhi oleh banyak faktor lain. Misalnya, melihat dua titik pada saat yang sama dapat menyebabkan paralaks mata, dan kebutuhan untuk melihat langsung matahari menyilaukan saat mengambil ketinggian meridian nya (Masalah ini sebagian diselesaikan dengan menggunakan kaca). Cross-Staf juga harus diposisikan dengan benar pada tulang pipi, sehingga mata akan berada di titik terminal di sumbu untuk mendapatkan pembacaan yang akurat.
Ada juga beberapa pembatasan untuk penggunaan Cross-staf. Karena pembatasan sudut antara dua objek yang mata manusia dapat melihat pada saat yang sama, sudut yang dapat diukur dengan Cross-staf dibatasi dari sekitar 20 ° sampai 60 °. Selain itu, kelulusan terkecil pada staf sekitar 3 °, karena itu tidak mungkin untuk menggunakan Cross-staf di daerah lintang rendah.
5.      Back-staff
http://www.math.nus.edu.sg/aslaksen/gem-projects/hm/0203-1-10-instruments/back_s3.jpg

Davis quadrant atau Backstaff, instrumen yang dibuat oleh John Davis, kapten Inggris, pada tahun 1594. Backstaff terdiri dari dua buah rangka segitiga, rangka besar dengan skala 30 derajat, sedangkan rangka kecil 60°. Cara menggunakannya dengan berdiri membelakangi matahari, kemudian navigator mengamati bayangan matahari yang jatuh di celah-celah. Penjumlahan skala rangka besar dan kecil menunjukkan ketinggian matahari. Kelemahan alat ini tidak bisa di gunakan pada malam hari, karena pengukuran berdasarkan bayangan obyek.
           

6.      Octant
Tahun 1731 John Hadley, ahli matematika dari Inggris, mengajukan konsep dua pantulan, berdasarkan teori sudut sinar datang dan sinar pantul dari Robert Hooke, Isaac Newton, dan Edmund Halley. Instrumen dari Hadley terdiri dari rangka kayu berbentuk seperdelapan lingkaran, dengan bandul penunjuk di poros/ ujung lancip rangka. Di poros bandul penunjuk terdapat cermin yang akan bergerak mengikuti ayunan bandul. Cermin kedua, separo kaca tembus pandang dan separo lagi cermin, terletak di salah satu rangka kayu. Prinsip kerjanya adalah bila sebuah obyek dilihat dari dua kali pantulan, maka perhitungan sudutnya adalah dua kali lipatnya. Jadi sebuah obyek dengan sudut 90 derajat, maka skala yang ditunjukkan di Kwadran cuma 45 derajat atau 1/8 lingkaran sehingga dinamakan Oktan. Hampir bersamaan di tempat yang berbeda, Thomas Godfrey, tukang kaca dari Philadelphia juga menciptakan alat dengan prinsip kerja yang sama. Karena untuk pengamatan dengan metode yang disebut Lunar Distance membutuhkan sudut lebih besar dari 90 derajat, maka Octan diperlebar menjadi 1/6 lingkaran, namanya menjadi Sextant (a sixth of a circle) yang bisa
http://www.math.nus.edu.sg/aslaksen/gem-projects/hm/0203-1-10-instruments/sextan1.jpg

mengukur hingga 120 derajat.
Bila menggunakan Octant, instrumen dipegang dalam posisi vertikal dan cakrawala laut dilihat melalui cermin cakrawala. sinar cahaya dari benda angkasa akan tercermin oleh kaca indeks diikuti oleh cermin cakrawala, ke mata pengamat. Dengan memutar lengan indeks sampai citra tercermin dari benda angkasa sejajar dengan cakrawala, yang sesuai ketinggian, yang dua kali sudut pindah oleh lengan indeks, dapat dibaca dari skala. Penggunaan Sextant adalah sama dengan Octant. Sudut diukur ditransfer ke meja lunar dimana bujur pengamat akan diketahui. pengurangan lebih lanjut dalam radius Sextant membantu untuk mengurangi berat instrumen bahkan lebih. The Octant dan Sextant adalah instrumen pertama yang bisa mengukur sudut dengan akurasi yang cukup. pengamat hanya perlu untuk melihat satu tempat sementara menyesuaikan

7.      Sundial
Jam matahari atau sundial adalah sebuah perangkat sederhana yang menunjukkan waktu berdasarkan pergerakan matahari di meridian. Jam Matahari merupakan perangkat penunjuk waktu yang sangat kuno. Tidak ada yang mengetahui secara pasti kapan perangkat ini dibuat. Jam Matahari tertua yang pernah ditemukan, kebanyakan berasal dari Yunani, berupa sebuah bentukan sirkuler dengan penanda di tengah yang ditemukan oleh Chaldean Berosis, yang hidup sekitar 340 SM. Beberapa artefak jam matahari lain ditemukan, di Tivoli, Italia tahun 1746, di Castel Nuovo dan Rigano tahun 1751, dan di Pompeii tahun 1762. Rancangan jam matahari yang paling umum dikenal memanfaatkan bayangan yang menimpa permukaan datar yang ditandai dengan jam-jam dalam suatu hari. Seiring dengan perubahan pada posisi Matahari, waktu yang ditunjukkan oleh bayangan tersebut pun turut berubah. Pada dasarnya, jam Matahari dapat dibuat menggunakan segala jenis permukaan yang ditimpai bayangan yang dapat ditebak posisinya. Kekurangan dari jam Matahari adalah tidak bisa mengukur waktu pada saat jam malam. Sebagai pengganti pada saat malam hari dapat digunakan jam bintang.
Sebagian besar jam Matahari menunjukkan waktu Matahari nyata. Dengan variasi rancangan yang kecil, jam Matahari dapat pula mengukur waktu standar serta waktu musim panas.
Sundial_diagram

Sebuah bayangan oleh Sun menunjukkan waktu hari pada Sundial. Di pagi yang cerah, mengatur Sundial di sinar matahari langsung, dengan garis di papan berjalan dari utara ke selatan.

 Sebuah Kompas magnetik diperlukan untuk mendapatkan arah. (Jika Anda tidak memiliki satu, posisi papan satu pada malam tak berawan dan garis itu dengan Polaris). Panjang bayangan yang jatuh pada Sundial dan indikasi pada Sundial akan memberitahu waktu hari.

Meskipun Sundial sangat sederhana untuk membuat dan menggunakan, juga memiliki banyak kelemahan. Sundial tidak lagi akurat setelah satu bulan. Hal ini karena ekuator bumi menyebabkan 'jalan' Matahari untuk mengubah selama bulan. The Sundial yang sama tidak dapat digunakan di dua tempat yang berbeda. The Sun memiliki berbagai 'jalur' untuk dua tempat yang berbeda.

8.      Nocturnal
Nocturnal, atau Nocturlabe pertama kali dijelaskan pada 1272 sebagai sarana menghitung waktu di malam hari. Nocturnal bekerja pada prinsip bahwa bintang dekat dengan Pola-pola Celestial yang sirkumpolar.
Sebuah Nocturnal terdiri dari beberapa potongan logam atau kayu, yang melekat pada pusat sehingga mereka dapat memutar relatif terhadap satu sama lain. Pada sumbu rotasi adalah sebuah lubang. Ketika digunakan, Nocturnal posisi tegak lurus dengan pegangan sampai Polaris dapat terlihat melalui lubang. Lengan panjang perangkat ini kemudian berubah sampai terletak di sepanjang garis yang dibuat oleh dua bintang paling terang di rasi dikenal sebagai Ursa Major. Kedua bintang yang sering digunakan sebagai "pointer" karena mereka mudah dilihat dan mereka terletak di sepanjang garis yang melewati dekat dengan Polaris. Bintang terang di Ursa Minor dapat digunakan dengan cara yang sama.
Jika Ursa Minor digunakan, dial batin akan berubah sehingga pointer bertanda "LB" akan berbohong terhadap tanggal pengamatan yang sedang dibuat. Dengan ini, koreksi dari waktu sidereal ke waktu surya secara otomatis dapat diperbaiki.
Setelah pengaturan dial batin untuk tanggal yang benar, Polaris adalah terlihat melalui lubang dan lengan panjang diaktifkan sampai bintang terang di Ursa Minor terletak di atasnya. Waktu kemudian membaca off dari skala pada dial pusat - sama seperti jika lengan panjang bertindak sebagai tangan jam.
Jika Ursa Major dipilih sebagai referensi, prosedur adalah sama, kecuali bahwa pointer kecil ditandai "GB" diatur terhadap tanggal.
9.      Chronometer
Pada tahun 1735, John Harrison mengenalkan Chronometer, yaitu jam yang diklaim akurat. Dari dasar pemikiran bahwa ketersediaan jam akurat berdasarkan zona waktu tertentu, navigator akan lebih mudah menentukan posisi bujurnya di permukaan bumi. Chronometer pertama kali dibuat dan disetel di Greenwich, Inggris. Tepat tengah hari ditentukan jam 12.00. Para pelaut yang hendak mengarungi samudera selalu mengkalibrasi Chronometernya di Greenwich. Lama kelamaan menjadi tempat “bengkel” kalibrasi, hingga kemudian ditetapkan sebagai pusat rujukan semua waktu di bumi, Greenwich Mean Time (GMT) yang kita kenal sekarang.
Although the idea of using a Chronometer to calculate longitude dates from the 13th century, the Chronometer itself was not made until the 18th century by a skilled English clock-maker, John Harrison. John and his brother, James, were so successful at correcting the existing causes of inaccuracies in clocks that by 1726, they had manufactured two clocks which lost no more than 1 second a month. This was a remarkable achievement and advanced far beyond any existing technologies of that time.
Harrison's H1.gifHarrison Number 1 (H1)
The first of Harrison’s series of five sea-clocks (chronometers) was completed in 1735. The major improvement was that the pendulum originally used in the clock was replaced by a balance spring with two 5 pound weights connected by brass arcs. When the clock was tilted or turned by the movement of the sea, the weights attached will balance the spring and any particular movement communicated to one balance will be automatically counteracted by an equal and opposite movement of its opposing counterpart. The chronometer weighed 72 pounds. When the chronometer was put to a sea trial, it was relatively successful, losing only 3 seconds in 24 hours. However, Harrison decided that H1 could not be further improved and abandoned working with it turning his attention instead to the design and manufacture of H2.
Harrison's H2.gif

Harrison Number 2 (H2)
In 1739 H2 was completed. H2 was tall and heavier but it took up less deck space. The main innovation in the mechanism of H2, one which Harrison used in all his subsequent longitude time-keepers was a remontoire. The remontoire mechanism ensures that the force on theescapement is constant, thus improving the accuracy of the clock.
Harrison Number 3 (H3)
Harrison's H3.gifBy 1741 John Harrison had commenced H3. His aim was to achieve a uniform running of the clock. H3 was fairly similar to H2 but it was slightly shorter, lighter and had circular balances instead of dumb-bell shapes. A bi-metallic curb was used to allow for variations in temperature. However, H3 had the serious drawback of being impossible to adjust without dismantling and re-assembling, which were long procedures.
Harrison number 4 (H4)
Harrison's H4.gifAfter the creation of H3, Harrison immediately began work on H4, which was his most famous and important timekeeper. H4 was definitely a breakthrough as its diameter was only 5.25 inches. It has a totally different appearance and mechanism from its predecessors. Oil was used as lubricants and to minimize the problems of ageing oil, Harrison used wheels and pinions with a great number of teeth that increased the efficiency of the clock. The results of the sea trials for H4 were amazing as it only lost 5 seconds in 2 months. This corresponded to an error in longitude of only 1.25 minutes.
 Harrison’s final longitude time-keeper H5 had been completed in 1772 and was mechanically very similar to H4.
2.2  Azimuths And Amplitudes
2.2.1   Azimuth
Hasil gambar untuk gambar azimuth
Azimuth atau juga sering disebut bearing merupakan sudut yang dibentuk oleh dua garis lurus, garis pertama menuju utara peta/grid atau utara kompas dan garis ke dua menuju suatu titik sasaran yang dihitung searah jaraum jam. Atau dengan kata lain bahwa sudut azimuth adalah sudut yang dibentuk dari pengamat menuju objek dengan arah utara sebagai acuannya.

2.2.1.1 Cara menghitung sudut Azimuth
Garis yang dijadikan acuan dari kedua garis tersebut adalah garis yang menuju utara peta atau utara kompas. Jika garis acuannya adalah utara peta, maka sudut tersebut dinamakan sudut peta dan jika garis acuannya adalah utara yang ditunjukkan oleh jarum kompas maka sudut tersebut dinamakan sudut kompas. Sudut peta diperoleh dari isi muka peta topografi dengan menggunakan alat bantu protractor/busur derajat sebagai alat hitungnya, sedangkan sudut kompas diperoleh di lapangan menggunakan alat kompas dengan membidikkan kompas ke sebuah sasaran, hasil bidikan tersebutlah yang dinamakan sudut kompas. Sudut peta dapat dikonversi ke sudut kompas dan begitu juga sebaliknya.

2.2.2   Amplitudes
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/7/74/Simple_harmonic_motion_animation.gif/220px-Simple_harmonic_motion_animation.gif

Amplitudo dinyatakan oleh jarak naik dan turunnya suatu getaran(osilasi) Amplitudo adalah pengukuran skalar yang nonnegatif dari besar osilasi suatu gelombang. Amplitudo juga dapat didefinisikan sebagai jarak/simpangan terjauh dari titik kesetimbangan dalam gelombang sinusoide yang kita pelajari pada mata pelajaran fisika dan matematika - geometrika. Amplitudo dalam sistem internasional biasa disimbolkan dengan (A) dan memiliki satuan meter (m).


Sebuah amplitudo benda angkasa ini adalah busur antara tubuh diamati di cakrawala dan titik di mana cakrawala pengamat memotong ekuator langit. Lihat Gambar 1.703. Menghitung amplitudo setelah mengamati tubuh baik pada horizon langit atau visual. Bandingkan tubuh diukur amplitudo dengan amplitudo diekstrak dari Amplitude meja. Perbedaan antara dua nilai merupakan error kompas. Berikan amplitudo akhiran N jika tubuh dari yang ditentukan memiliki deklinasi utara dan S jika memiliki deklinasi selatan. Berikan amplitudo awalan E jika tubuh meningkat dan W jika tubuh terbenam. Nilai-nilai dalam tabel Amplitudo menganggap bahwa tubuh adalah di cakrawala langit. matahari di ufuk langit ketika tungkai bawahnya adalah sekitar dua-pertiga dari diameter di atas cakrawala terlihat. bulan adalah di cakrawala langit ketika ekstremitas atas adalah di cakrawala terlihat. Planet dan bintangbintang di cakrawala langit ketika mereka sekitar satu diameter matahari di atas cakrawala terlihat.

2.3  Time In Navigation
2.3.1. Waktu Bintang (siderial time)
Karena bumi berotasi maka benda-benda langit yang relatif diam akan tampak bergerak mengelilingi bumi bagi pengamat di muka bumi. Demikian pula dengan posisi vernal equinox. Jam Sideris didefinisikan sebagai jarak sudut vernal equinox terhadap meridian, atau sudut jam vernal equinox. Satuannya jam. Karena satu putaran vernal equinox dari meridian ke meridian lagi didefinisikan sebagai 24 jam sideris maka 1 jam sideris setara dengan perpindahan vernal equinox sejauh 15 derajat. Ketika vernal equinox tepat berada di meridian suatu tempat, saat itu Jam Sideris Lokalnya adalah 00:00. Jam sideris sangat berguna bagi pengamatan astronomi. Gerakan harian bintang-bintang di langit relatif terhadap rotasi bumi bisa disamakan dengan gerak harian vernal equinox. Umumnya posisi benda-benda astronomi dinyatakan dengan asensio rekta dan deklinasi, yaitu pengukuran sudut relatif terhadap vernal equinox di bidang ekuator langit. Dengan jam sideris pengamat dapat menentukan kapan dan benda-benda apa yang akan diamati. Sebagai contoh, suatu benda astronomi akan berada di meridian pengamat jika asensio rekta benda itu sama dengan Jam Sideris Lokal. Satu hari sideris adalah waktu yang diperlukan bumi berotasi satu putar atau dapat juga dikatan sebagai waktu yang diperlukan bintang melewati meridian di suatu tempat ke meridian yang sama lagi. Berbeda dengan satu hari yang biasa digunakan, satu hari Matahari, yang menyatakan rentang waktu gerak harian Matahari rata-rata satu putar relatif terhadap pengamat di bumi. Dalam satu tahun bumi berotasi 366,2422 kali namun bagi pengamat di muka bumi yang tetap akan melihat Matahari melintas 365,2422 kali. Dengan perbandingan itu dan karena satu hari Matahari adalah 24 jam maka panjang satu hari sideris adalah 86164,09 detik, atau 23 jam, 56 menit dan 4,09 detik.

2.3.2. Waktu matahari (solar time )
Waktu Matahari itu didasarkan dari ide bahwa saat matahari mencapai titik tertinggi di langit, saat tersebut dinamakan tengah hari. Waktu Matahari nyata itu didasarkan dari hari Matahari nyata, di mana interval di antara dua kali kembalinya matahari ke lokal meridian. Waktu Matahari bisa diukur dengan menggunakan jam Matahari. Waktu Matahari rata-rata (mean solar time) adalah jam waktu buatan yang dicocokan dengan pengukuran diurnal motion (gerakan nyata bintang mengelilingi bumi) dari bintang tetap agar cocok dengan rata-rata waktu Matahari nyata. Panjangnya waktu Matahari rata-rata adalah konstan 24 jam sepanjang tahun walaupun jumlah sinar matahari di dalamnya bisa berubah. Satu hari Matahari nyata bisa berbeda dari hari Matahari rata-rata (yang berisi 86.400 detik) sebanyak 22 detik lebih pendek sampai dengan 29 detik lebih panjang. Karena banyak hari-hari panjang atau hari-hari pendek ini terjadi secara berturut-turut, perbedaan yang terkumpul bisa mencapai hampir 17 menit lebih awal 0l atau lebih dari 14 menit terlambat. Perbedaan antara waktu Matahari nyata dan waktu Matahari rata-rata itu dinamakan persamaan waktu
2.3.3 Cara Asumsi Posisi
Posisi pengamat diasumsikan berada di suatu koordinat X, Y, lalu dihitung kemungkinan altitude obyek langit yang akan di peroleh bila di amati dari lokasi tersebut. Altitude ini selanjutnya akan kita sebut sebagai Hc (Altitude Kalkulasi). Hasilnya kemudian di bandingkan dengan Altitude pengamatan sesungguhnya, yang kita sebut Ho (Altitude Observasi). Nilai Altitude Kalkulasi (Hc) diperoleh dengan bantuan rumus trigonometri bola, sedangkan Altitude Observasi (Ho) adalah hasil pengukuran riil Sextant.

Altitude Observasi (Ho) Perhatikan gambar di bawah ini;
2.3.4 Pengolongan waktu matahari terhadap bumi dan waktu
a.     Waktu Menengah Setempat (LMT)
Adalah waktu menengah yang menjadi dasar untuk suatu tempat, jika SJB(sudut jam barat) setempat (LHA) dihitung ke arah barat, mulai dari derajah tempat tersebut.
                                   LMT = Θ m LHA ± 12 jam
b.    Waktu Menengah Greenwich (GMT)
Adalah waktu menengah setempat pada derajah greenwich.
GMT = Θ m GHA + 12 jam.
 
c.     Waktu Tolok (ST)
Adalah waktu menengah yang berlaku bagi suatu wilayah negara.
WIB  = GMT + 7 JAM
WITA= GMT + 8 JAM
WIT   = GMT + 9 JAM
Untuk tiap 15° 
Terletak disebelah TIMUR dari Greenwich, LMT 1 jam > SIANG dari GMT
                                 BARAT                                                        PAGI
Untuk tempat-tempat
Pada bujur 180°T mempunyai LMT 12 jam > SIANG dari GMT
                   180°B                                                  PAGI
 
Jika berlayar ke arah TIMUR, melewati BTI yakni :
-   Ketika beralih BT ke BB, maka tanggal dikapal dikurangi
-   Ketika beralih BB ke BT, maka tanggal dikapal ditambah
Misalnya sebuah kapal bertolak pada siang hari tgl 2 mei dari A di BT untuk tiba di B di BB, pada siang hari berikutnya.
 
Dalam buku harian kapal: sebagai tgl tolak dari A, dicatat 3 mei. Satu hari kemudian, di B, maka kita harus mencatat sebagai tgl tiba 3 mei.
Jadi tanggal 3 mei dicatat 2 kali.
d.    Waktu Mintakad (ZT)
Adalah waktu menengah pada derajat pertengahan Zone yang bersangkutan.
 
Diagram ZT
 
e.     Universal Time (UT)
Adalah waktu matahari menengah terhadap derajat greenwich.
GMT = 12 jam + GHA Θ menengah.







BAB III
PENUTUP
3.1 Kesempulan
Dari makalah kami ini, kesimpulan yang bisa kami dapatkan bahwa Celestial Navigation atau Astro Navigation,  adalah bernavigasi dengan menggunakan bintang-bintang di langit sebagai penunjuk arah.  Berdasarkan sejarah, bernavigasi menggunakan bintang sebagai penunjuk arah sudah dilakukan sejak ribuan tahun sebelum Masehi,  dan masih dilakukan sampai sekarang ini dengan menggunakan peralatan yang lebih modern. Istrumen pada celestial navigation meliputi kompas, kuadran, astrolable, cross staff, back staff, octan, sundial, nocturnal, dan chrono meter. Amplitudo adalah pengukuran skalar yang nonnegatif daribesar osilasi suatu gelombang. Amplitudo juga dapat didefinisikan sebagai jarak/simpangan terjauh dari titik kesetimbangan dalam gelombang sinusoide yang kita pelajari pada mata pelajaran fisika dan matematika-geometrika. Amplitudo dalam sistem internasional biasa disimbolkan dengan (A) dan memiliki satuan meter (m).
Sudut azimuth atau juga sering disebut bearing merupakan sudut yang dibentuk oleh dua garis lurus, garis pertama menuju utara peta/grid atau utara kompas dan garis ke dua menuju suatu titik sasaran yang dihitung searah jaraum jam.

3.2  Saran
Dari makalah ini saran yang bisa kami sampaikan adalah dalam memperhitungkan navigasi sebenarnya perlu pemahaman yang lebih lagi. Karena pada saat navigasi moderen tidak dapat berfungsi kita masih bisa menggunakan navigasi alam atau langit. Diharapkan kedepannya dapat lebih memahami cara kerja dan penggunaan navigasi celestial.




REFERENSI
2.      Cotter. 1983. The Elements of Navigation and Nautical Astronomy. London :
Brown, Son & Ferguson LTD. Nautical Publisher.

3.      https://id.scribd.com/doc/81903041/navigasi-langit

1 komentar: